JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Mahakam Ulu untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024 tanpa diikuti oleh Pasangan Calon Nomor Urut 3, yaitu Owena Mayang Shari dan Stanislaus Liah.
Demikian
petikan amar Putusan Nomor 224/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dibacakan oleh Ketua MK
Suhartoyo pada Senin (24/2/2025).
“Memerintahkan
Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Mahakam Ulu Tahun 2024 dengan tetap menggunakan Daftar Pemilih Tetap
(DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang
digunakan dalam pemungutan suara tanggal 27 November 2024, yang diikuti oleh
Pasangan Calon Drs. Yohanes Avun, M.Si dan Drs. Y. Juan Jenau; dan Pasangan
Calon Novita Bulan, S.E., M.B.A. dan Artya Fathra Marthin, S.E., serta pasangan
calon baru yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang
sebelumnya mengusung Pasangan Calon Nomor Urut 3,” kata Suhartoyo.
Dalam
pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, Mahkamah
berpendapat bahwa telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur,
sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024
dengan adanya kontrak politik yang menjanjikan sejumlah uang di seluruh
kecamatan di Kabupaten Mahakam Ulu.
Pasalnya,
Mahkamah menemukan bukti berupa dokumen kontrak politik yang ditandatangani
oleh ketua RT dan Pasangan Calon Nomor Urut 3 selaku Pihak Terkait. Bahkan,
Mahkamah juga menemukan fakta bahwa terdapat 28 ketua RT dari 18 desa di 5
kecamatan di Kabupaten Mahkamah Ulu yang telah menandatangani kontrak politik.
“Pihak
Terkait tidak menyangkal dan menyatakan memang ada kontrak politik antara
pihaknya dengan ketua-ketua RT yang dibuat atas dasar kesepakatan antara
Pasangan Calon Nomor Urut 3 dan ketua RT atau warga Kabupaten Mahakam Ulu
dengan syarat bukan anggota TNI/Polri, PNS, atau Pejabat lain yang dilarang
oleh Peraturan Perundang-undangan,” kata Saldi.
Saldi
melanjutkan bahwa janji politik dalam bentuk apapun, baik berbentuk program,
bantuan, dana, atau barang sekalipun, sepanjang dituangkan dalam rumusan visi,
misi dan program aksi bukanlah pelanggaran.
Namun
demikian, kontrak politik sebagaimana yang dibuat oleh Pihak Terkait bersama
para ketua RT bukanlah “janji politik biasa” melainkan adalah perekrutan tim
pemenangan secara sistematis yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
mensosialisasikan program dan janjinya kepada pemilih. Terlebih, disebutkan
dengan jelas dalam klausul kontrak bahwa Pihak Pertama adalah warga Kabupaten
Mahakam Ulu yang tidak dilarang untuk berpihak pada calon tertentu.
“Kontrak
politik demikian jelas merupakan kontrak untuk keberpihakan karena justru
mengarahkan warga untuk berpihak dengan menggunakan struktur pengelola
lingkungan masyarakat, in casu ketua-ketua RT,” ucap Saldi.
Lebih lanjut,
Saldi menjelaskan bahwa fenomena kontrak politik yang terjadi di Pilbup
Kabupaten Mahkamah Ulu merupakan bentuk dari praktik suap atau vote
buying kepada pemilih. Hal ini dikarenakan dalam kontrak politik
tersebut dijanjikan akan ada Alokasi Dana Kampung sebesar minimal Rp4 miliar
hingga Rp8 miliar per kampung per tahun, serta Program Ketahanan Keluarga sebesar
minimal Rp5 juta hingga Rp10 juta per dasawisma per tahun, sehingga para Ketua
RT yang membuat Kontrak Politik tidak hanya akan turun ke bawah untuk memengaruhi
pemilih, namun akan berkoordinasi ke atas dengan petinggi kampung demi
terwujudnya janji politik Pihak Terkait dalam kontrak politik dimaksud.
“Dalam batas
penalaran yang wajar, kontrak politik “tidak biasa” demikian merupakan
“perjanjian” antar-pihak yang bersifat privat yang berisi janji untuk
memberikan sejumlah uang tersebut harus dimaknai sebagai praktik suap
atau vote buying kepada pemilih,” kata Saldi.
Selain
dikategorikan sebagai suap, Saldi menjelaskan bahwa kontrak politik tersebut
merupakan praktik dari pemosisian para Ketua RT sebagai Tim Pemenangan yang
Pihak Terkait. Hal ini dikarenakan adanya klausul “Pihak Pertama dapat
mensosialisasikan kontrak politik kepada warga RT dan kampung setempat”
menyebabkan adanya tugas yang mengikat untuk dilakukan Ketua RT yaitu
memengaruhi pemilih agar memilih Pihak Terkait.
Selain itu,
klausul praktik sosialisasi tersebut dapat dipastikan berupa ajakan kepada
masyarakat untuk memilih Pihak Terkait dengan menggunakan unit pengelola
lingkungan yang paling dekat dengan pemilih, in casu Ketua RT.
“Disadari
atau tidak, Pasangan Calon Nomor Urut 3 telah menjadikan atau memosisikan para
Ketua RT sebagai Tim Pemenangan yang bersangkutan,” kata Saldi.
Atas dasar
fakta dan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah akhirnya mendiskualifikasi
Pihak Terkait dari kepesertaan Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024. Selain
itu, Mahkamah juga memerintahkan kepada Termohon untuk melakukan PSU paling
lama 90 hari sejak diucapkannya Putusan Mahkamah ini. Pilihan ini diambil oleh
Mahkamah guna memulihkan makna demokrasi dalam kontestasi Pilkada, khususnya
Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024.
“Seandainya
Mahkamah, misalnya, hanya memerintahkan dilakukan pemungutan suara ulang tanpa
mendiskualifikasi yang bersangkutan, dalam batas penalaran yang wajar, dampak
kontrak politik atau "vote buying" dimaksud masih belum akan
hilang pengaruhnya terhadap pemilih. Terlebih, Bupati Mahakam Ulu Bonifasius
Belawan Geh yang juga orang tua calon Bupati Nomor Urut 3 masih menjabat
sebagai Bupati Mahakam Ulu,” kata Saldi.
Selain itu,
pilihan PSU tersebut diambil oleh Mahkamah lantaran konsekuensi diskualifikasi
Pihak Terkait tersebut adalah batalnya pasangan dimaksud sebagai Pasangan Calon
terpilih dalam Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024 yang mengakibatkan
kekosongan posisi peringkat pertama dalam hal perolehan suara.
Namun
kekosongan demikian menurut Mahkamah tidak dapat begitu saja diisi dengan
menunjuk pasangan calon yang memeroleh suara terbanyak peringkat kedua sebagai
pasangan calon terpilih mengingat perolehan suara masing-masing Pasangan Calon
yang menunjukkan dukungan pemilih dalam Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024
tersebar pada ketiga pasangan calon.
“Demi
menjamin serta melindungi kemurnian hak konstitusional suara pemilih dan juga
guna menjaga prinsip-prinsip pemilu yang demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, Mahkamah berpendapat Termohon harus
melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu,
dengan tetap mengikutsertakan pasangan Drs. Yohanes Avun, M.Si dan Drs. Y. Juan
Jenau (yang sebelumnya adalah Pasangan Calon Nomor Urut 1) dan pasangan Novita
Bulan, S.E., M.B.A. dan Artya Fathra Marthin, S.E. (yang sebelumnya adalah
Pasangan Calon Nomor Urut 2); dengan terlebih dahulu membuka kesempatan kepada
partai politik atau gabungan partai politik yang sebelumnya mengusung Pasangan
Calon Nomor Urut 3 untuk mengajukan/mendaftarkan pasangan calon yang baru,”
kata Saldi.
Terakhir,
Saldi menuturkan bahwa apabila dalam PSU Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu
Tahun 2024 terdapat pasangan calon baru, maka Termohon harus melakukan
verifikasi ulang terhadap persyaratan Pasangan Calon. Setelah proses verifikasi
selesai, Termohon melakukan penetapan pasangan calon baru. Selanjutnya Termohon
memfasilitasi semua Pasangan Calon peserta Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun
2024 untuk mengenalkan diri sekaligus menyampaikan visi dan misi masing-masing
kepada masyarakat dan/atau pemilih, baik dengan cara kampanye atau dengan cara
lain. Adapun mengenai daftar pemilih, Mahkamah memerintahkan agar pelaksanaan
pemungutan suara ulang tetap menggunakan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar
Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang digunakan dalam pemungutan
suara tanggal 27 November 2024.
“Hasil dari
pemungutan suara ulang tersebut ditetapkan dan diumumkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan oleh Termohon tanpa harus melaporkan kepada
Mahkamah; dengan supervisi oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Timur
dan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia,” kata Saldi. (nk/mk)
sumber: mahkamah
konstitusi