Refleksi Perjuangan NU Pertahankan Kemerdekaan RI, Dulu, Kini, dan Nanti

SAMARINDA - Sejarah mencatat Nahdlatul Ulama (NU) menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. NU merupakan salah satu organisasi keagamaan Islam terbesar dan tertua di Indonesia.

Nahdlatul Ulama (NU) didirikan oleh para ulama di bawah pimpinan KH Hasyim Asy'ari pada 31 Januari 1926. Setidaknya ada 2 alasan besar yang mendorong lahirnya NU, yakni motif agama, dan nasionalisme.

Sejak kelahirannya, NU menjadi wadah perjuangan untuk menentang segala bentuk penjajahan dan melakukan dakwah agar kesatuan NKRI senantiasa terjaga. KH Hasyim Asy'ari, yang menjadi pendiri sekaligus Rais Akbar (pemimpin tertinggi) pertama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), berusaha membangun organisasi Islam yang nasionalis.

Dakwah untuk menghimpun kekuatan melawan penjajahan Belanda merupakan bagian dari perjuangan NU dan sebagai bukti cinta tanah air. Hasilnya, dari rahim NU lahir laskar-laskar perjuangan fisik yang terdiri dari para ulama, santri, dan umat Islam, yang siap berjuang menegakkan agama dan bangsa.

Selain perjuangan fisik, NU berperan dalam menentang semua kebijakan pemerintah kolonial yang menyengsarakan rakyat pribumi. Salah satu hal yang dilakukan organisasi Nahdlatul Ulama adalah melawan diskriminasi dalam bidang pendidikan.

Perjuangan bangsa, termasuk Nahdlatul Ulama, untuk Indonesia berlanjut setelah proklamasi kemerdekaan, saat Belanda dengan membonceng NICA kembali bermaksud menjajah Nusantara. Kondisi saat itu mendorong NU, yang merasa punya andil dalam proses perjuangan kemerdekaan, kembali berjuang untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Kini, setelah 79 tahun Indonesia merdeka, NU masih terus berjuang mempertahankan keutuhan bangsa dan negara dengan berbagai cara, khususnya lewat jalan dakwah.

Perayaan upacara bendera memperingati hari kemerdekaan Indonesia tahun 2024,tepatnya 17 Agustus kemarin ada nuansa baru dan berbeda.

Sedianya upacara digelar di halaman Istana Negara seperti tahun-tahun sebelumnya, namun kali ini berbeda. Upacara digelar di halaman Kantor Presiden yang baru di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang kelak akan menjadi ibu kota Indonesia yang baru menggantikan Jakarta.

Meski melahirkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, namun ritual utara 17an berjalan khidmat seperti tahun-tahun sebelumnya. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Samarinda turut menyambut baik upacara 17an di IKN.

"Kami (warga NU) turut berbahagia atas digelarnya upacara kenegaraan di IKN. ini momen sejarah. Hal ini buka sesuatu yang harus diperdebatkan, karena pada prinsipnya semua wilayah di NKRI boleh digelar upacara sakral ini," ungkap Wakil Ketua PCNU Samarinda, Agus Tri Sutanto.

Agus Tri melanjutkan, sedianya upacara bendera 17an selalu diperingati di seluruh wilayah NKRI tanpa terkecuali. "Tiap tahun digelar di semua daerah, bedanya hanya tanpa kehadiran Bapak Presiden. Ini juga bukan sesuatu yang melanggar aturan," lanjut Agus Tri Sutanto.

PCNU Samarinda berharap, di momen peringatan hari kemerdekaan Indonesia yang ke 79 ini menjadi momentum untuk mempererat tali persaudaraan antar anak bangsa, tanpa memandang latar belakang suku dan agama.

"Di momen ini semoga kita semua warga NKRI dapat menanamkan rasa memiliki dan kecintaan, yang kemudian menjadi modal dasar dalam menetapkan niat dan langkah memikirkan dan berbuat bagi bangsa dan negara," pungkas Agus Tri Sutanto. (red)