Disnaker Nilai Pekerja Dipaksa Jaminkan Ijazah Melanggar HAM

SAMARINDA - Pelamar kerja bagi pemula mungkin merasa asing dengan ketentuan perusahaan terkait adanya jaminan   berupa ijazah atau surat berharga lainnya.

Hal tersebut terjadi di Kota Samarinda menimpa Selvi Sarah (22), salah satu pekerja yang telah kurang lebih 2 tahun bekerja terhitung sejak Juli 2019 hingga Juli 2022. Setelah 6 bulan bekerja disebuah perusahaan distribusi perangkat listrik dan electrical, Selvi merasa dipaksa menyerahkan surat berharga berupa ijazah.

"Tidak pernah ada kesepakatan dalam bentuk perjanjian kerja ataupun hal lain hanya diminta menyerahkan dan saya harus pulang kerumah ambil ijazah di hari itu juga," ucapnya Kamis (19/10/2023).

Selvi telah berhenti bekerja di perusahaan tersebut 1 tahun 3 bulan. Hingga saat ini belum ada kepastian dari pihak perusahaan untuk mengembalikan ijazah tersebut.

"Saya tidak ada sangkutan apapun terkait uang, semua pekerjaan saya telah digantikan orang lain dan saya sempat membimbing karyawan baru dalam beberapa waktu," jelasnya.

Kebingunngan Selvi bertambah saat nomor perusahaan tersebut telah memblokir dirinya. "Mau hubungi siapa lagi di datangin juga tanpa solusi," tandasnya.

Menanggapi kejadian tersebut Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda Wahyono Hadi Putro melalui Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial, Syarat Kerja dan Jaminan Sosial. Muhammad Reza Fahlevi menjelaskan jika secara hukum, tidak ada dasar dan ketentuan yang mengatur hal ini di dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, bahkan di pasal-pasal PKWT.  Tidak ditemukan aturannya sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT.

"Jadi penahan ijazah itu biasa dilakukan oleh si pemberi kerja kepada pekerja dalam ikatan atau perjanjian kerja yang terpisah dan disepakati kedua belah pihak," ungkap Reza saat dijumpai di ruang kerjanya.

Dia menegaskan kepada para pelaku usaha untuk tidak melakukan penahan surat berharga berupa ijazah maupun BPKB dan surat lainnya yang dianggap penting. Karena hal itu merupakan pelanggaran HAM.

Menahan ijazah bertentangan dengan Pasal 9 dan 38 UU No. 39/1999 tentang HAM yang berbunyi Seseorang tidak dapat memilih pekerjaan yang disukainya sesuai bakat dan minatnya apabila ijazah masih ditahan.

"Merujuk pasal 1338 KUHPerdata perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang mereka yang membuatnya, artinya sepanjang penerimaan ijazah dan pelaksanaan pekerjaan disepakati kedua belah pihak. Maka para pihak wajib memenuhi kesepakatan tersebut," jelasnya.

Disnaker Kota Samarinda siap melayani kebutuhan masyarakat dalam pendampingan dan konsultasi. "Senin yang bersangkutan kami persilahkan datang ke sini untuk diberikan solusi," tandasnya. (sur/nk)