Lokasi Tambang Batu Bara di Kukar Digeruduk Kerabat Kesultanan

TENGGARONG - Ratusan warga Kutai Kartanegara yang merupakan kerabat Kesultanan Kutai Ing Martadipura Adji Pangeran Sosro Negoro dari Sultan Adji Muhammad Sulaiman berunjuk rasa ke lokasi tambang batubara di kawasan Desa Loa Kulu Dalam, Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Senin (09/01/2023).

Pasalnya, perusahaan batu bara yang telah beroperasi sejak belasan tahun ini dinilai tidak pernah memberikan kontribusi kepada pihak kerabat kerajaan. Padahal, selama ini pemerintah telah mengakui keberadaan hak ulayat terhadap ahli waris Kerajaan Kutai Ing Martadipura, sebagai salah satu kerabat kerajaan tertua di Indonesia.

Kemarahan ahli waris  tersebut memuncak, saat salah satu perwakilan perusahaan yang menemui peserta aksi mengaku tidak mengakui keberadaan tanah ulayat di wilayah kerja PT Multi Harapan Utama (MHU).

Salah satu sesepuh Kerajaan Kutai Ing Martadipura menanyakan asal, kemudian mengusir perwakilan perusahaan yang tidak mengetahui keberadaan Kerajaan Kutai Ing Martadipura.

Para ahli waris merasa kesal dan langsung melakukan aksi penutupan sebagian jalan houling atau jalan utama yang digunakan aktivitas kendaraan pengangkut batu bara.

Dalam aksinya, mereka melakukan orasi dan mengecam pihak perusahaan. Selain itu, peserta aksi juga membawa brosur dan famplet mengecam aksi perusahaan yang tidak menghormati hal ulayat Kerajaan Kutai.

Akibat kejadian ini,  aktivitas bongar muat batu bara menjadi terhambat. Kendaraan tambang harus berhati-hati saat melintasi lokasi aksi kerabat Kesultanan Kutai tersebut.

Sementara itu, untuk menghindari kericuhan yang panjang, aparat kepolisian dari Polsek Loa Kulu memberikan jalan untuk masuk ke lokasi tambang batubara dengan aksi damai dan tetap menjaga mobilitas angkutan batubara tetap berjalan.

Kordinator Grant Sultan Lima Ahli Waris Adji Pangeran Sosro Negoro dari Sultan Adji Muhammad Sulaiman, Ali Umardani menyebutkan bahwa luas tanah seratus lima ribu hektar merupakan milik ke lima ahli waris Grant Sultan yang telah dikuasai pihak perusahaan tanpa ada pembagian atas lahan yang dikuasai dan diambil batubaranya dan permasalahan tersebut sudah mendapat rekomendasi dari Kemeterian ESDM, untuk pembagian hasil batubara secara bisnis to bisnis.

“Kami mohon kepada pemerintah, khususnya Pak Joko Widodo. Kami ini kerajaan tertua di seluruh Indonesia. Kami tidak mau menjalankan aksi ini, karena ini berdekatann dengan IKN. Kami ini sangat terpaksa. Kami mohon kepada Pak Jokowi,  kepada Menkopplhukam, kepada Pak Meoldoko, pemerintah dan ESDM, tolong jangan sampai terjadi yang tidak diinginkan Pak. Bentrok yang tidak diinginkan,” tandas dia.

Sedangkan perwakilan pihak perusahaan yang berada di lokasi aksi, Ridwan menyebutkan bahwa pihaknya tidak tahu menahu tentang kepemilikan lahan dari ahli waris kesultanan. Pihaknya, hanya berdasar izin penambangan batubara dari kementerian terkait.  Serta, menyarankan untuk bermohon ke negara atas tanah yang di klaim tersebut.

“Pada dasarnya, ini ada kaitanya dengan tanah ulayat. Nah ulayat ini merupakan hak ahli waris. Tanah ulayat disini memang kan ada yang sudah dikembalikan ke Negara.Sebetulnya masalah ini kami dari perusahaan secara langsung tidak ada, karena yang memberi ijin kepada perusahaan adalah Negara,” tandas dia.

Aksi demo ratusan ahli waris dari Grant Sultan Kutai Karanegara berakhir damai dengan kesepakatan akan dipertemukan pihak keluarga ahli waris dengan pihak perusahaan pemegang izin dan dimediasi oleh kepolisian dari Polres Kutai Kartanegara.

Kapolsek Loa Kulu Iptu  Rahmat Andika Prasetyo mengatakan bahwa pihak kepolisian akan mempertemukan kedua belah pihak di Makopolres Kutai Kartanegara sesuai keinginan pihak kerabat Kesultanan Kutai. Saat ini pihak kesultanan bersedia membubarkan diri. “Pihak kepolisian akan memediasi terkait dengan tuntutan,” ucap dia. (nk)